Ketika itu adalah lebaran, dimana banyak orang yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi, salim ke yang lebih tua dan saling memaafkan satu sama lain, juga tak lupa mencicipi kue di setiap rumah, karena disuruh mencicipi. Waktu itu lebaran ketika aku masih kecil, si Tio, Irsan, Rifan & Yaman juga tentunya. Eh yaman mah enggak, waktu itu dia masih berdiri di meja SMP sedangkan kita duduk di bangku SD cuman kalo maen emang sama kita biasanya.
Hari raya adalah hari yang paling ditunggu anak-anak, biasanya. Yang membuat hati senang karena libur sekolah yang panjang, baju baru, celana baru, sandal baru, uang yang banyak dari saudara, ketupat, salaman, orangtua yang mengijinkan untuk boleh begadang di masjid, untuk takbiran. Juga ada satu hal yang menjadi tradisi di kampung ku, di jalan raya menuju puncak impian cahaya kampung pasangrahan, Taman Tulang cisarua. Ialah membeli mainan, karena aku dan teman teman punya uang yang banyak waktu itu, namanya mainan serius, dipakai untuk perang-perangan yang ujung ujungnya menjadi perang beneran antara ibu, rumah dan tangga.
Namanya aslinya shotgun, kalo nama mainannya aku dan teman-teman biasanya sebut sho-shot gun-an (sosotganan), tapi berhubung kita beli di hari raya maka namanya diganti biar lebih keren, jadi shotgun lebaran.
Waktu itu setelah shalat ied, biasanya aku dan teman-teman langsung makan ketupat bersama. Lalu melanjutkan silaturahmi ke setiap tetangga, bertemu saudara masing-masing untuk salim, memaafkan dan dapat uang banyak. Karena kalo aku salim ke sodaranya si yaman aku gak akan dapet uang, paling juga dapet kue, lalu dikasih senyum ala Lucy Liu.
Selanjutnya langsung berkumpul di alun-alun (pipir) untuk merapatkan diri dengan kapiten yaman untuk berdiskusi mengenai tempat pembelian shotgun lebaran yang murah tapi bagus, kecuali rifan, dia udah punya shotgun sendiri katanya. Maka yaman menyarankan "Udah beli yang made in china aja, aku tau tempatnya". "Tapi bukan di si amang tompel, kan?" kata irsan. Lalu yaman bilang "bukan, ih". Udah sini uangnya, nanti aku kolektip. "Siap grak!!!" kata kami serentak. Kecuali rifan, karena dia udah punya shotgun sendiri.
*amang tompel sebenarnya adalah sosok legenda penjual mainan di sekolah kami, harga mainannya bervariasi, kadang murah, kadang berubah menjadi mahal kalo kita beli mengajak orangtua.
Dibilang mainan serius ketika waktu itu, si rifal, dia saudaranya yaman dari bekasi, wajahnya mirip. Dia ikut ikutan dengan kita perang perangan, ketika di tangga rumah si irsan, si rifan afgani, manusia berdarah indo-jerman itu bertemu rifal, manusia berwajah seperti orang cina. Entah kenapa disitu rifan tiba-tiba menembak pundak rifal dengan penuh ambisi, padahal mereka satu team. Disitulah pertamakali aku lihat si rifal nangis, lalu mengadu kepada ibunya bahwa dia ditembak orang jerman. Rifan dimarahin, kasihan. Tapi dia membela diri. "Maaf bu, aku gak sengaja, kepencet. Lagian aku sama rifal kan satu team, aku kira gak ada pelurunya, biasanya kan kita main tanpa peluru, iya kan yam? (nanya ke yaman)". Yaman diam. Dari situlah, sejak datang teh yanti untuk membela rifan, para ibu, rumah, dan tangga bercekcok tanam. Akurlah sudah.
Sore harinya kita biasanya pergi naik haji ke dak agus, sore harinya kita biasanya pergi naik ke dak haji agus, untuk sekedar melihat jalan raya yang macet, berkumpul dan tertawa. Ketika itu, aku, Irsan, Tio dan Lala berkumpul disana. Lalu rifan dantang membawa shotgun lebaran, ketika rifan duduk ditengahku, aku berdiri sama lala untuk menghormati. lalu tio bertanya. "Dong, pistolnya bagus, aku boleh lihat?". Sok, kata rifan sambil memberikan pistol dan mengelus tangan tio. "Ada pelurunya gak?". Gak ada, kata si rifan. "Sip", kata tio. Dengan begitu tio langsung mengamati pistol yang rifan beli di pedagang berkaki lima di dekat stadion bayer munchen itu. Ini asli jerman? kata tio. lalu rifan bilang "Iya". tio mengangguk-angguk kepala sambil memajukan bibir yang bawah sedikit, gatau biar apa. Ketika tio penasaran dan menembakan pelatuknya untuk mendengar suara shotgun-nya rifan. Tiba-tiba peluru kuning keluar dari si mulut shotgun itu, dan mengarah menuju lubang hidung irsan yang mungil. Karena aku dan lala tidak tau bahwa si tio tadi nembak terus keluar peluru dan kena si irsan, maka apa yang harus kita berdua lakukan? iya, tetap diam dan gak tau. Sebenernya tio dan rifan juga gak engeh kalo pelurunya tiba-tiba ada, lalu mengarah masuk ke lubang hidung irsan yang mungil. Salah sendiri, irsan kenapa diam, padahal sebenrnya dia kesakitan, irsan hanya menghembuskan nafas seperti orang asma sambil menutup mulut dan hidung. Maka lala nanya ke aku "Rif, irsan nuju naon? (Rif, irsan lagi apa?)" Aku bilang "Lagi latihan pernafasan, la. Mungkin, gatau tapi." Lalu lala mengangguk-angguk dan bilang "Hmmm".
Sampai akhirnya irsan membuka tangan dari mulut dan hidung, sambil mata merah dan berair, hidung juga berair, tapi merah, sambil menatap tio dengan urat leher yang tegang, dia meneteskan air mata dan menangis. Dan peluru berwarna pink yang tiba-tiba keluar dari lubang hidung irsan yang sudah tidak mungil lagi. Dan kami semua langsung melihat si rifan, dan rifan juga yang melihat dirinya sendiri lewat cermin yang dia bawa. Selamat Idul Fitri Irsan, Rifal dan Mamahnya.
Sampai akhirnya irsan membuka tangan dari mulut dan hidung, sambil mata merah dan berair, hidung juga berair, tapi merah, sambil menatap tio dengan urat leher yang tegang, dia meneteskan air mata dan menangis. Dan peluru berwarna pink yang tiba-tiba keluar dari lubang hidung irsan yang sudah tidak mungil lagi. Dan kami semua langsung melihat si rifan, dan rifan juga yang melihat dirinya sendiri lewat cermin yang dia bawa. Selamat Idul Fitri Irsan, Rifal dan Mamahnya.
"Tapi Bohong 2014, TAMAT"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar